Pages

Monday 10 November 2014

RESUME PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIA




RESUME
HUKUM PERIKATAN
PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN
Dibuat untuk memenuhi salah satu satu tugas Hukum Perikatan


 







PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overenkomst (Belanda) atau contact (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang pengertian perjanjian, yakni tori lama dan teori baru. Pasal 1313 KHU Perdata berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Definisi perjanjian dalam pasal ini adalah: 1. tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, 2. tidak tampak asas konsensualisme, dan 3. bersifat dualisme. Tidak jelasnya definisi ini disebabkan didalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian.
Teori baru dikemukakan oleh Vn Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah:  “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk  menimbulkan akibat hukum.”
Teori tersebut tidak hanya melihat persetujuan semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalm mmebuat perjanjian, yaitu:
1.      tahap pracontractual, yaitu penawaran dan penerimaan,
2.      tahap contarctual, yaitu persetujuan pernyataan kehendak antara para pihak,
3.      tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Perikatan yang bersumber pada Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan seterusnya. Buku IIIKUHPerdata ini terbagi atas 2 (dua) bagian besar, yakni:
1.      Bagian UmumBagian Umum termaktub dalam Bab I - IV yang memuat asas-asas umum yang berlaku dalam HukumPerjanjian. Yang dimaksud dengan asas-asas yang menyangkut Perikatan seperti tentang:
a.       Pengertian;
b.      Syarat sahnya perjanjian;
c.       Berakhirnya perikatan.
2.      Bagian KhususBagian Khusus diatur dalam Bab V – XVIII yang mengatur perjanjian-perjanjian yang diberi nama tertentu, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, gadai dan sebagainya. Antara kedua bagian ini terdapat hubungan erat dalam arti bahwa asas-asas umum dalam bagian umummenguasai bagian khusus (perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus). Misalnya asas untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi 4 (empat) syarat, yakni:
a.       Kata Sepakat;
b.      Kecakapan;
c.       Suatu hal tertentu;
d.      Kausa yang halal.
Jika suatu perjanjian memenuhi ke 4 (empat) syarat tersebut, maka perjanjian itu adalah sah. Jadi semua perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus harus memenuhi keempat syarat tersebut. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat kata sepakat dan kecakapan, maka dapat dituntut pembatalannya, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan hal yang tertentu dan kausa yang halal, maka perjanjian bataldemi hukum (tidak mempunyai akibat hukum sama sekali).
A.    Definisi Perjanjian
Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satuorang lain atau lebih. Definisi ini kurang lengkap atau tidak secara lengkap menggambarkan tentang suatuperjanjian, karena :
1.      Definisi hanya menyangkut Perjanjian sepihak, yakni Perjanjian dimana satu pihak saja yangberkewajiban melaksanakan suatu Prestasi. Jadi definisi tersebut tidak menyinggung tentang PerjanjianTimbal Balik yang merupakan bagian terbesar dari perjanjian-perjanjian yang ada.
2.      Istilah “Perbuatan” tersebut terlalu luas, karena disamping menyinggung Perjanjian juga perbuatan-perbuatan lain yang bukan merupakan perjanjian. Lebih baik untuk kata “perbuatan” ini istilahnya digantidengan “perbuatan hukum”, karena yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah perjanjian sebagai sumber Perikatan.
3.      Tidak dipenuhinya syarat “kata sepakat”, padahal syarat tersebut merupakan intisari suatu perjanjian.Pengertian perjanjian tidak hanya terdapat dalam Buku III, tetapi ada juga dalam Buku I, dimana antaralain yang merupakan suatu perjanjian yakni Perjanjian Perkawinan, dimana calon suami isterimemperjanjikan apa yang akan diperbuat dengan harta mereka yang dibawa dalam Perkawinan. Akantetapi Perjanjian yang dimaksud dalam Buku III adalah perjanjian yang diatur dalam bidang hukumkekayaan, yakni bidang kebendaan dan bidang hukum perikatan.
B.     Macam-macam Perjanjian
Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil
1.      Perjanjian Konsensual
Perjanjian yang tercipta jika telah tercapai suatu kata sepakat (consensus) antara 2 (dua) pihak yangmembuat perjanjian.
2.       Perjanjian Riil
Perjanjian yang tercipta jika di samping kata sepakat, juga telah terjadi pelaksanaan dari Prestasi yangdiperjanjikan. Contoh: Hibah
Perjanjian Prinsipal dan Perjanjian Accesoir 
1.      Perjanjian Prinsipal
Perjanjian yang bersifat pokok.
2.      Perjanjian Accesoir 
Perjanjian yang bergantung pada perjanjian pokok.
Contohnya: Perjanjian pinjam meminjam dengan jaminan.
Perjanjian pinjam meminjam merupakan perjanjian pokok sedangkan perjanjian accesoir-nyaberupa jaminan dalam bentuk gadai atau hipotik.
Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Zakelijk 
1.      Perjanjian Obligatoir 
Perjanjian yang menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan Prestasi yang diperjanjikan.
2.      Perjanjian Zakelijk 
Perjanjian yang bermaksud untuk melaksanakan Prestasi yang diperjanjikan.
Contoh: perjanjian jual belimobil. Secara Obligatoir, perjanjian ini menimbulkan kewajiban bagi si penjual untuk menyerahkan mobil danbagi si pembali untuk menyerahkan harga mobil;Secara Zakelijk, pelaksanaan penyerahan mobil dan penyerahan harga mobil yang dijual.
Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Liboratoir 
1.      Perjanjian Obligatoir 
Perjanjian yang menimbulkan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.2
2.      Perjanjian Liboratoir 
Perjanjian yang menghapuskan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.
C.    Bentuk Dan Isi Perjanjian
i.        Bentuk Perjanjian
KUHPerdata tidak menentukan suatu bentuk tertentu bagi pembuatan suatu perjanjian. Jadi memberikan kebebasan bagi para pihak yang berkepentingan untuk menuangkan perjanjian dalam bentuk yang mereka kehendaki. Bentuk tersebut dapat secara lisan (perjanjian lisan) akan tetapi dapat juga dalam bentuk tulisan. Hal ini bergantung pada kemauan para pihak yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang UU menentukan bahwa suatu perjanjian harus dituangkan dalam bentuk tulisan. Misalnya:
a.       Perjanjian Hibah.
b.      Perjanjian Perdamaian
Keduanya harus dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam hubungan ini dapat timbul permasalahan: apa fungsi dari tulisan tersebut? Apakah tulisan itu merupakan syarat sahnya suatu perjanjian atau merupakan alat bukti semata-mata? Pada umumnya dianut pendapat bahwa tulisan tersebut dianggap sebagai alat bukti yang paling sempurna.
ii.      Isi Perjanjian
Mengenai Isi perjanjian, para pihak yang berkepentingan diberi kebebasan seluruhnya berdasarkan asaskebebasan berkontrak. Mengenai isi perjanjian ada 3 (tiga) hal yang dapat dimaksukkan dalam perjanjian,yakni:
a.       EssensialiaIsi
perjanjian yang harus dimasukkan kedalam perjanjian adalah menyangkut syarat-syarat sahnya suatuperjanjian, dan jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dituntut pembatalannya.
b.      Accidentalia
Suatu isi perjanjian yang tidak perlu dimasukkan dalam perjanjian, akan tetapi dapat dimasukkan jika dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan.
c.       Naturalia
Merupakan suatu isi perjanjian yang lazimnya termasuk didalamnya kecuali jika diperjanjikan lain.Misalnya: seorang penjual berkewajiban untuk menjamin kepada pembeli, terhadap cacat-cacat barang-barang yang diperjual belikan. Akan tetapi para pihak yang berkepentingan dapat memperjanjikan bahwapenjual tidak perlu menjamin .
D.    Perjanjian Campuran
Asas kebebasan berkontrak juga memungkinkan para pihak yang bersangkutan untuk membuat perjanjianyang bersifat campuran (memuat unsur-unsur lebih dari satu perjanjian). Misalnya Perjanjian Sewa-beli.Dalam perjanjian ini tercantum 2 (dua) unsur perjanjian yang berlainan yakni: Unsur sewa dan Unsur Beliyang tercakup dalam satu perjanjian.
Dalam melaksanakan perjanjian campuran ini dapat timbul persoalan, yakni: jika 2 (dua) pertauran yangtercakup dalam perjanjian tersebut saling bertentangan, maka peraturan mana yang harus diperlakukanatas perselisihan tersebut ? Apakah peraturan Perjanjian yang satu atau yang lainnya ? Bagaimana hal itu harus diselesaikan ?.
UU dalam hal ini tidak menentukan cara untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dan karena tidak ditentukan, maka penyelesaiannya diusahakan oleh Teori Hukum.
Ada 3 (tiga) Teori Hukum yang mencoba memberi penjelasan, yakni :
1.      Teori Sui Generis
Teori ini mengatakan bahwa penyelesaian persoalan yang bersangkutan harus diselesaikan berdasarkanperaturan tentang Perjanjian dalam Bab V-XVIII, dan penerapannya adalah secara analogis.
2.      Teori Absorbsi
Teori mengatakan bahwa dalam permasalahan tersebut harus dicari unsur-unsur mana yang menonjol,apakah unsur sewanya atau unsur belinya (dalam perjanjian sewa beli). Penyelesaiannya harus dicariberdasarkan peraturan yang menguasai unsur yang menonjol tersebut. Jadi, jika unsur sewa yangmenonjol maka persoalan harus diselesaikan berdasarkan peraturan sewa.
3.      Teori Kombinasi
Teori ini mengatakan bahwa untuk mencari penyelesaian harus diterapkan peraturan-peraturan yangmenguasai perjanjian-perjanjian yang mencakup perjanjian campuran. Jadi, jika perjanjian-perjanjianSewa Beli, maka harus diterapkan peraturan sewa maupun peraturan belinya (campuran).
E.     Syarat Sahnya Perjanjian
Mengenai hal syarat-syarat perjanjian didalam hukum Eropa Kontinental diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sebagai berikut:
a.      Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak
Kata SepakatBerarti bahwa antara kedua pihak sudah saling menyetujui segala sesuatu yang diperjanjikan. Namundalam membuat perjanjian adakalanya terjadi gangguan yang dapat menjadikan kata sepakat tersebutterganggu (dalam arti menjadi tidak sempurna). Sempurna artinya bebas dari segala pengaruh orangketiga: Gangguan dapat berupa : paksaan, kekhilafan, penipuan. Dalam hal itu maka perjanjian dapatdituntut pembatalanya.a. Syarat Kata SepakatUU tidak membuat suatu ukuran mengenai hal ini. Maka diusahakan oleh Teori Hukum ukuran tersebut.Ada 2 (dua) teori yang mencoba menyelesaikan permasalahan ini, sebagai berikut:a.1. Teori Kehendak (Wiljl Theorie)Yang mengatakan bahwa tercapai kata sepakat jikalau tercapai persesuaian kehendak.
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni:
1.      Teori Ucapan (ultingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak  yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2.      Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang  menerima penawaran mengirimkan telegram.
3.      Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).
4.      Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang  menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditor dan debitor. adakalnya tidak ada persesuaian. Mengenai ketidaksesuaian ini ada tiga teori yang menjawab, yaitu:
1.      Teori Kehendak (wilstheorie), bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian  antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.
2.      Teori Pernyataan (verklaringstheorie), kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jiak terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.
3.      Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkabn perjanjian.
Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga toeri diatas sebgai  berikut:
1. dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak yang menganggap perjanjian terjadi jika tidak terjadi persesuaian, pemecahannya: pihak lawan mendapat ganti rugi, karena pihak lawan mengharpkannya.
2. dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak, hanya pelaksnaannya kurang  ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.
3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum didalamnya. Biasanya dalam bentuk formulir.
b.      Kecakapan bertindak
Adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang  akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh UU yaitu orang yang sudah dewasa dengan ukuran umur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berumur meliputi: anak dibawah umur, orang dibawah pengampuan, dan isteri (pasal 1330 KHU Perdata), tetapi isteri dapat melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam pasal 31 UU No. 1 tahun 1974 jo. SEMA no. Tahun 1963.
c.       Adanya objek perjanjian (onderwerp der overeenskomst)
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalh apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak kreditor.[6] Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas: memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata) .
d.      Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak)
Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertianor z aak (causa yang halal). Dalam pasal 1337 KHU Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.
1.      Bentuk-bentuk Perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis:
1.      Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang  bersangkutan saja.
2.      Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.
1.      Interpretasi dalam Perjanjian
Penafsiran tentang perjanjian diatur dalam pasal 1342 s.d 1351 KUH Perdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dimengeti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak. Dengan demikian, maka isi perjanjian ada yang kata-katanya jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai penafsiran. Untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat beberapa aspek, yaitu:
1.       jika kata-katanya dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (pasal 1343)
2.      jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki  pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksnakan (pasal 1344)
3.      jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian, maka harus  dipilih pengertian yang paling selaras dnegan sifat perjanjian (pasal 1345)
4.      apabila terjadi keraguan-keraguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirnya untuk itu (pasal 1349)
Fungsi Perjanjian
Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.
Biaya dalam Pembuatan Perjanjian :
1.      Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang  diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi,
2.      Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan  biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci,
3.      Biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek,
4.      Biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase,
5.      Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial.