Hukum
Penyelesaian Sengketa Internasional
Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang
mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara
penyelesaian melalui kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan
membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak
dapat disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang merupakan
tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa. Konsepsi ini sejalan
dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah
perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk
menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain.
Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak
bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya
merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau
penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)
Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh
negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara
lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan
antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang
pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi
meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan
dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang
terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu
negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade
secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai.
Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya
ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum internasional pada umumnya melarang campur
tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan
khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja
dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum
internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah
di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan
(b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan
cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INTERASIONAL
Ditinjau dari konteks hukum internasional publik,
sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek
mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak
lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau
konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda
Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:
1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum
internasional (a Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia.
Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan
peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut
Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan
Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah
Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk itu pemerintah Australia
dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan
tersebut.
2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa
internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu
sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa
atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa
internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA
yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat
di Freeport.
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat
diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan
sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa
secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang
mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan
usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak
melibatkan pihak ketiga.
Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi
sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa.
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan
usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak
melibatkan pihak ketiga.
Segi positif/kelebihan dari negosiasi adalah:
1. Para pihak sendiri yang menyelesaikan kasus dengan
pihak lainnya;
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan
bagaimana cara penyelesaian melalui negosiasi dilakukan menurut kesepakatan
bersama;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung
prosedur penyelesaian;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan
politik dalam negeri.
Segi negatif/kelemahan dari negosiasi adalah:
1. Negosiasi tidak pernah akan tercapai apabila salah
satu pihak berpendirian keras;
2. Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak
ketiga, artinya kalau salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada pihak yang
membantu.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak
memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika
pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan
yang terjadi diantara mereka.
4. Mediation (mediasi)
Pihak ketiga campur tangn untuk mengadakan
rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi
pihak ketiga lebih aktif.
5. Consiliation (Konsiliasi)
Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa
dengan cara enquiry dan mediasi.
6. Arbitration (arbitrasi)
Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan
hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan penyelesain sengketa melalui
pengadilan.
7. Penyelesain sengketa menurut hukum
Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa
akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional
ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutanyang diajukan dan mengeluarkan
keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional
merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya.
8. Badan-badan regional
Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum
maupun sesudah PBB berdiri.
9. Cara-cara damai lainnya
Dari 9 penyelesaian sengketa yang tercantum dalam
Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa
secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian
sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang
termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi;
enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good
offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara
diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak
mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa
internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka
ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice
(ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi,
ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara
anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa,
negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur
penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan
peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih
melindungi kedaulatan mereka.
PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK
YANG DAMAI
Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai
adalah:
1. Prinsip itikad baik (good faith);
2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam
penyelesaian sengketa;
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian
sengketa;
4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan
diterapkan terhadap pokok sengketa;
5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa
(konsensus);
6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional
negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local
remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang
kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal
Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah
dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk
ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau
penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima
metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.'
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa
Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang
mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara
penyelesaian melalui kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan
membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak
dapat disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang merupakan
tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa. Konsepsi ini sejalan
dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah
perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk
menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain.
Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak
bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya
merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau
penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)
Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh
negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara
lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan
antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang
pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi
meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan
barang-barang terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu
negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade
secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai.
Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya
ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum internasional pada umumnya melarang campur
tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan
khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan
lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum
internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah
di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan
(b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan
cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik
dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik
kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja
sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan
untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak
boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka,
mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari
suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung
dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta
ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan
berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika
pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak
ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu
menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen
Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan
buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak
yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu
titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak
tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian
perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah
:
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu
pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara
lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak
yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain
menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang
memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang
ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan
argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok
mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok
minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja
sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh
pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan
mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak. [1]
No comments:
Post a Comment