Pages

Thursday 6 November 2014

Contoh Makalah Hukum Adat Dalam Perkembangan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang :
            Menurut Ter Haar, hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang bertalian dengan dari abad ke abad penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Selain itu, pendapat Soepomo ditulis bahwa Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda yang berwujud dan yang tidak berwujud (immateriele goederen), dari suatu angkatan generasi manusia  kepada keturunnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa Hukum Waris Adat mengatur proses penerusan dan peralihan harta, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris pada waktu masih hidup dan atau setelah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah :
  • Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris; sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang.
  • Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum waris Islam.
  • Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan.
·         Berdasarkan ketentuan Hukum Adat pada prinsipnya asas hukum waris itu penting , karena asas-asas yang ada selalu dijadikan pegangan dalam penyelesaian pewarisan. Adapun berbagai asas itu di antaranya seperti asas ketuhanan dan pengendalian diri, kesamaan dan kebersamaan hak, kerukunan dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat, serta  keadilan dan parimirma. Jika dicermati berbagai asas tersebut sangat sesuai dan jiwai oleh kelima sila yang termuat dalam dasar negara RI, yaitu Pancasila.
·         Di samping itu, menurut Muh. Koesnoe, di dalam Hukum Adat juga dikenal tiga asas pokok, yaitu asas kerukunan, asas kepatutan dan asas keselarasan. Ketiga asas ini dapat diterapkan dimana dan kapan saja terhadap berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat, asal saja dikaitkan dengan desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).  Dengan menggunakan dan mengolah asas kerukunan, kepatutan dan keselarasan dikaitkan dengan waktu, tempat dan keadaan, diharapkan semua masalah akan dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas.
 Menurut ketentuan Hukum Adat secara garis besar dapat dikatakan bahwa sistem hukum waris Adat terdiri dari tiga sistem, yaitu :
  • Sistem Kolektif, Menurut sistem ini ahli waris menerima penerusan dan pengalian harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya seperti Minangkabau, Ambon dan Minahasa.
  • Sistem Mayorat, Menurut sistem ini harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu saja, misalnya anak laki-laki tertua (Bali, Lampung, Teluk Yos Sudarso) atau perempuan tertua (Semendo/ Sumatra Selatan), anak laki-laki termuda (Batak) atau perempuan termuda atau anak laki-laki saja.
  • Sistem Individual, Berdasarkan prinsip sistem ini, maka setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini dijalankan di masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan parental. 
            Peradilan adat adalah  acara yang berlaku menurut hukum adat dalam memeriksa, mempertimbangkan, menyelesaikan suatu perkara, meliputi pemeriksaan perkara, yang berhak memeriksa, saksi-saksi dan sumpah. Istilah peradilan (rechtspraak) pada dasarnya berarti pembicaraan tentang hukum dan keadilan yang dilakukan dengan sistem persidangan (permusyawaratan) untuk menyelesaikan perkara di muka pengadilan dan atau di luar pengadilan. Dalam proses peradilan adat dapat dilakukan oleh anggota masyarakat secara perorangan, keluarga, tetangga, kepala kerabat/ adat, kepala desa atau oleh pengurus perkumpulan organisasi. Penyelesaian konflik ini diupayakan secara damai untuk mengembalikan keseimbangan masyarakat yang terganggu. Pemulihan keseimbangan yang terganggu ini diutamakan dengan jalan kerukunan, keselarasan dan keharmonisan  antara para pihak yang bersengketa. Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.  Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mewarisi) orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba sahaya (wala’).  Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan) adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainyayang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Qur’an yaitu:
a. Karena hubungan darah, ini di tentukan secara jelas dalam QS. An-Nisa: 7, 11, 12, 33, dan 176.
b. Hubungan pernikahan.
c. Hubungan persaudaraan, karena agama yang di tentukan oleh AL- Qur’an bagiannya tidak lebih dari sepertiga harta pewaris (QS. Al-Ahzab: 6).
d. Hubungan kerabat karena sesame hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (QS. Al-Anfal: 75).
Masalah-masalah yang ada dalam warisan diantaranya yaitu:
a. Al-Gharawain atau Umariyatain ada dua kemungkinan yaitu :
1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris yang di tinggal): Suami, ibu dan Bapak.
2. Jika seseorangyang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris yang tinggal): Istri, ibu, dan bapak.[5]
b. Al-Musyarakah (disyariatkan) di istilahkan juga dengan himariyah (keledai), Hajariyah (batu). Persoalan Al-Musyarakah yaitu khusus untuk menyelesaikan persoalan kewarisan antara saudara seibu (dalam hal saudara seibu laki-laki dan perempuan sama saja) dengan saudara laki-laki seibu sebapak, untuk lebih jelasnya dapat di kemukakan bahwa kasus Al-Musyarakah ini terjadi apabila ahli waris hanya terdiri dari: Suami, ibu atau nenek, sdr seibu lebih dari 1 (>1), dan sodara seibu sebapak.













BAB II
PERMASALAHAN
A.    Bagaimanakah hak waris anak yang lahir dari perkawinan kontrak ?
B.     Bagaimanakah hak wwaris ddari istri yang telah pindah agama, apakah masih berhak atas harta warisan atau tidak ?
C.     Bagaimanakah hak waris anak luar kawin suami dalam perkawinan semenda bebas pada masyarakat yang mengenal system kekrabatan matrilineal (Minangkabau) ?













BAB III
PEMBAHASAN
A.    Hak Waris dari anak yang lahir dari perkawinan Kontrak :

            Mahkamah Konstitusi menyatakan seorang anak hasil pernikahan yang tidak dicatatkan pada pencatatan sipil punya hak yang sama dengan yang dicatatkan. Misalnya, hak keperdataan dari ayahnya dan hak untuk diakui secara perdata. Adapun yang dimakasudkan perkawinan tidak tercatat di pencatatan sipil adalah kawin siri dan kawin kontrak yang sah menurut agama. , meskipun masa kawin kontrak sudah habis, namun hubungan perdata dengan ayahnya tetap ada. Menurut Ketua MK “Hubungan perdata dan hak-hak keperdataan antara anak dengan ayah tidak ikut berakhir saat, Mahfud berpendapat, sang anak tetap mendapat hak seperti memperoleh nafkah, mendapat hak waris, dan nama ayah dicantumkan untuk pengurusan administrasi seperti mendaftar sekolah. Meskipun demikian, setiap anak yang lahir dari kawin kontrak harus membuktikan dulu di pengadilan bahwa pernah terjadi kawin kontrak dan ada anak yang lahir dari kawin kontrak tersebut. “Harus dibuktikan dulu di pengadilan bahwa pernah kawin kontrak. Itu kan ada saksinya dan alat bukti lainnya. Jika kemudian ayah si anak tidak mengakui, nantinya bisa dilakukan tes DNA. Keputusan yang diambil oleh Ketua MK yakni mengakui anak yang lahir diluarn perkawinan banyak menimbulkan pro dan kontra dimayarakat salah satunya adalah Ketua MK dikatakan pro terhadap perzinahan karena mengakui anak yang lahir diluar pengadilan, Ketua MK menyatakan bahwa "Justru menghindari perzinahan. Sekarang kan banyak laki-laki sembarang menggauli orang, gampang punya istri simpanan, kawin kontrak bisa dengan mudah meninggalkan sementara anak dibebankan ke ibunya itu tidak adil, Dengan dikeluarkanya peraturan baru tersebut, sambung Mahfud maka diharapkan para pria akan takut melakukan praktek perzinahan karena harus bertanggungjawab atas anak biologisnya. Mahfud menjelaskan dalam putusan tersebut tidak membahas terkait akta si anak dan hak waris, namun dengan keluarnya putusan tersebut maka secara otomatis hak waris dan pembuatan akta anak akan terurus sebagaimana anak yang lahir dalam status pernikahan sah. Seperti diketahui, Jumat lalu MK mengeluarkan putusan judicial review atas pasal 43 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam putusan tersebut MK menyatakan bahwa pasal 43 Ayat yang menyebutkan anak di luar nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Hal itu dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan hak asasi manusia. Oleh karenanya, MK memutuskan bahwa anak diluar pernikahan diakui oleh hukum terutama terkait hubungan perdata dengan ayah biologisnya. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan pihaknya tidak secara spesifik menyebut sahnya perkawinan seseorang. Tapi mengatakan bahwa orang yang kawin sah secara agama atau kawin siri harus dinyatakan mempunyai hubungan perdata dan hak-hak keperdataan yang bisa dituntut seorang anak dari ayahnya yang tidak mau mengakui. “Termasuk kawin kontrak atau kawin mut’ah yang dilakukan secara sah tidak serta merta selesai. Pokoknya kalau ada anak, maka sang ayah harus bertanggungjawab, Sedang yang dimaksud hak keperdataan, menurut Mahfud MD, termasuk waris, nafkah, administrasi kalau anak sekolah yang harus disebut ayahnya, maka harus disebutkan. “Itulah prinsip-prinsip baru dalam konstitusi kita. Mahfud menegaskan, putusan MK pada uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat 1 sebetulnya hanya mengatur soal anak di luar pernikahan. "Keputusan itu tidak bicara akta dan waris. Jika kemudian ada akibat munculnya akta perkawinan dan hak waris, itu hanya mengikuti. d. Aul Aul menurut bahasa (etimologi) berarti irtifa’ :mengangkat. Kata aul ini kadang-kadang cenderung kepada perbuatan aniaya (curang). Secara istilah aul adalah beertambahnya saham dzawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Atau bertambahnya jumlah bagian yang di tentukan dan berkurangnya bagian masing-masing waris.[8] Terjadinya masalah aul adalah apabila terjadi angka pembilang lebih besar dari angka penyebut (misalnya 8/6), sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan penyebutnya, namun apabila hal ini dilakukan akan terjadi kesenjanagn pendapatan, dan sekaligus menimbulkan persoalan, yaitu siapa yang lebih ditutamakan dari pada ahli waris tersebut.[9]
e. Radd Kata Radd secara bahasa (etimologi) berarti I’aadah: mengembalikan. Mengembalikan haknya kepada yang berhak. Kata radd juga berarti sharf yaitu memulangkan kembali. Radd menurut istialh (terminologi) adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawul furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.[10] Masalah radd terjadi apabila pembilangan lebih kecil dari pada penyebut ( 23/24), dan pada dasarnya adalah merupakan kebalikan dari masalah aul. Namun demikian penyelesaian masalahnya tentu berbeda denga masalah aul, karena aul pada dasarnya kurangnya yang akan dibagi, sedangkan pada rad ada kelebihan setelah diadakan pembagian.
B. Hak Waris istri yang pindah agama :
            Istri yang pindah agama tidak akan mendapatkan hak untuk mewaris sebagaimana ketentuan bahwa ia berhak untuk mewaris. Karena dengan pindahnya agama seseorang secara otomatis Hukum yang digunakan untk pewarisan tersebut akan berubah, dan pewarisan hanya dapat dilakukan apabila sang pewaris dan sang ahli waris memmiliki agama yang sama, tetapiapabila antara ahli waris dengan oewaris berbeda agamanya, begitu pulaberbeda hukum agamanya yang mengaturnys dikarenakan aadanya perbedaan agama, sang ahli waris dapat kehilangan Hak mewarisnya. Karena pewarisan menggunakan Hukum yang diberlakukan untuk pewaris dan hampir disetiap agama mengatur bahwa pewarisan tersebut hanya dapat dilakukan apabila antara ahli waris dan pewaris memiliki agama yang sama.
C. Hak waris suami dalam perkawinan semendo pada masyarakat Matrilineal (Minangkabau).
            Suami dalam perkawinan semendo pada masyarakat matrilineal atau dalam hal ini adalah minangkabau tidak berhak mewaris karena disini suami atau ayah hanya dianggapsebagai tamu di rumah istrinya dan datang hanya pada malam hari kemudian kembalike rumah ibunya pada pagi harinya. Ayah atau suami tidak mempunyai tanggung jawabpenuh terhadap keluarganya tetapi mamak mempunyai tanggung jawab terhadapkemenakannya. Sejalan dengan perkembangan zaman dan masuknya ajaran Islam yangbanyak mempengaruhi sendi-sendi adat di Minangkabau Bukittinggi maka bentuk perkawinan semendo bertandang telah mengalami pergeseran kepada bentuk perkawinan semendo menetap dan pada masa sekarang telah menjadi bentuk perkawinan bebas, di mana ayah atau suami telah mempunyai tanggung jawab terhadapkeluarganya dan telah berkumpul bersama istri dan anak-anaknya  Masyarakat Minangkabau menarik garis keturunan melalui sistem matrilinealmempunyai bentuk perkawinan semendo. Sistem perkawinan itu bersifat eksogami berarti perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuanyang tidak satu clan.. Sampel yangdiambil dengan purposive sampling. Analisa dilakukan secara dekriptif analisis, yaitumemberikan gambaran dan mengungkapkan bagaimana sesungguhnya kedudukan danperanan laki-laki dalam masyarakat Minangkabau Bukittinggi perantauan di Jakartaserta pengaruhnya terhadap hukum waris.Adapun hasil dari penelitian ini untuk mengetahui kedudukan dan perananlaki-laki dalam masyarakat Minangkabau Bukittinggi. serrta pengaruhnya terhadap hukum waris. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yangmenyebabkan terjadinya pergeseran kedudukan dan peranan laki-laki dalam masyarakat Minangkabau Bukittinggi perantauan di Jakarta serta pengaruhnya terhadap hukumwaris. Selain itu juga perihal kedudukan dan peranan mamak pun mulai bergeser.Akibat dari pergeseran bentuk perkawinan tersebut membawa pengaruh pula terhadapkedudukan dan peranan laki-laki dalam masyarakat Minangkabau Bukittinggiperantauan di Jakarta.Kesimpulan dari hasil dari penelitian ini adalah dengan adanya pergeserantersebut maka masyarakat hukum adat Minangkabau dikenal adanya 2 (dua) jenis harta yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Khusus mengenai harta pencaharianyang didapat oleh suami istri dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Sedangkanpengertian pewarisan menurut adat Minangkabau adalah merupakan peralihan peranandalam pengurusan dan pengelolaan harta pusaka milik bersama (ini berlaku pada hartapusaka tinggi).. Jadi hukum adat Minangkabau adalah kebiasaan-kebiasaan yang telahlama berlangsung dalam masyarakat yang menjadi ketentuan-ketentuan dasarsebagai aturan (kaidah) ditentukan oleh nenek moyang (leluhur) yang berada diMinangkabau dikatakan berasal dari Datuk Katemanggungan dan Datuk PerpatihanNan Sebatang di balai Balairung Padang Panjang.Sebagaimana dikatakan dalam petuah adat : Nagari berpenghulu, sukuberbuah perut, kampung bertua, rumah bertungganai, diasak layu, dibubut mati,artinya Negeri Minangkabau memiliki penghulu (pemimpin Nagari), Nagarimempunyai suku berasal dari keturunan yang satu perut dan suku terdiri darikampung-kampung yang dikepalai orang yang dituakan dan kampung terdiri darirumah-rumah yang dikepalai oleh kepala rumah yang disebut tungganai.Apabila adat istiadat ini akan dipindahkan akan layu dan apabila dibunuhakan mati. Dalam hal ini adat mengandung kaidah-kaidah atau aturan yang berlakutradisional sejak zaman nenek moyang sampai sekarang Di Minangkabau dikenal.  Adat nan diadatkan adalah kaidah, peraturan, ajaran, Undang-undang dan hukum yangditetapkan atas dasar bulat mufakat (kesepakatan) para penghulu tua-tua cerdik pandai dalam majelis kerapatan adat atas dasar alur dan patut. Ketentuan ini dapatberubah menurut keadaan tempat dan waktu, oleh karena lain negeri lainpandangannya tentang alur dan patut maka sifat adat nan diadatkan itu. lain padang,lain belalang, lain lubuk lain ikannya
Adat nan teradat 
adalah kebiasaan tingkah laku yang dipakai karenameniru di antara anggota-anggota masyarakat karena perilaku kebiasaan yang sudahterbiasa dipakai maka dirasakan tidak baik ditinggalkan misalnya dikalangan orangMinangkabau sudah teradat, apabila ada tamu kaum kerabat yang meninggal atau untuk menyambut tamu agung mereka yang berdatangan dengan berpakaianberwarna hitam.



BAB IV
PENUTUP
A.    Keimpulan :
1.      Anak yang lahir diluar perkawinan atau dalam hal ini adalah kawin kontra berhak untuk mendapatkan harta warisan hal ini berkaitan dengan hak anak yang salah satunya adalah berhak untuk mendapatkan harta warisan, hal ini dikemukakan oleh Ketua MK berdasarkan hasil Judicial Review pasak 47 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan mempunyai hubungan keperdatan dengan ibu dan keluarga ibu dengan adanya hasil judicial review ini anak yang lahir diluar perkawinan akan mempunyai hubungan keperdataan pula dengan ayahnya begitu pula hak untuk mewaris, Jadi anak yang lahir diluar perkawinan atau dalam hal ini adalah adalah kawin kontrak berhak atas hak warisnya.
2.      Istri yang pindah agama tidak berhak atas perkawinan karena Karena dengan pindahnya agama seseorang secara otomatis Hukum yang digunakan untk pewarisan tersebut akan berubah, dan pewarisan hanya dapat dilakukan apabila sang pewaris dan sang ahli waris memmiliki agama yang sama, tetapiapabila antara ahli waris dengan oewaris berbeda agamanya, begitu pulaberbeda hukum agamanya yang mengaturnys dikarenakan aadanya perbedaan agama, sang ahli waris dapat kehilangan Hak mewarisnya
3.      Suami dalam perkawinan semendo dalam massyarakat matrilineal tidak berha mendapatkan harta warisan karena suami atau ayah hanya dianggap sebagai tamu dirumah istrinya dan datangpada malam hari kemudian kembali kerumah ibunya padam pagi harinya ayah atau suami tidak mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keluarganya tetapi mamak mempunyai tyanggung jawab atas kemenakannya



B.     Saran :
1.      Tindakan atau pemikiran dari MK untuk menjudicial review pasal 47 (1) UU Perkawimam dapat dikatakan terlambat karena sudah banyak kasus yang terjadi mengenai persoalan hak waris anak dalam perkwinan kontrak dan hail keputusannya sebelum ada judicial review ini adalah anak tersebut tidak mendapatkan hak warisnya karena belum ada peraturan yang mengatur bahwa anak luar perkawinan mempunyai hubunhgan keperdataan dengan ayah.
2.      Peraturan yang mengatur hak waris istri yang pindah agama harus diperluas lagi karena sampai saat ini belum ada alasan yuridis yang menyatakan bahwa istri yang pindah agama tidak berhak mewaris, dalam peraturan hanya dinyatakan bahwa alasan dari tidak diperbolehkannya istri yang pindah agama mewaris adlah karena dengan pindahnya agama seseorang peraturan hukum agama yang mengatur warisnya akan berubah pula dengan demikian istri yang pindah agama tidak berhak atas warisannya.
3.      Peraturan masyarakat matrilineal agak cukup berbeda dengan system pewarisan adat lain yang berada di Indonesia, dan dalam masyarakat matlineal cendrung akan merugikan salah satu pihak dan disini adalah pihak suami atau ayah karena dalam masyarakat minangkabau ayah atau suami dianggap dianggap sebagai tamu dirumah istrinya dan datangpada malam hari kemudian kembali kerumah ibunya padam pagi harinya ayah atau suami tidak mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keluarganya tetapi mamak mempunyai tyanggung jawab atas kemenakannya, sebaiknya dalam pengaturan masyarakat minangkabau mengenai waris menjadi perhatian pemerintah karena bagaimanapun system ini dapat merugikan salah satu pihak ahli waris
   



1 comment: